Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2016

Berpolitiklah sebagai Perwakilan TUHAN

Kekuasaan tidak pernah lahir dalam kandungan kebudayaan. Ia anak tunggal politik, yang dalam versi Machiavelli, harus diperebutkan. Dalam perebutan cenderung tidak ada pertimbangan moral yang wajib dilibatkan. Menipu, kampanye hitam, memfitnah, dendam, kebencian atau apa saja yang melampaui batas keadaban, bisa ditempuh, demi tujuan kekuasaan yang dirumuskan. Homo homini lopus, bisa dijadikan pembenaran secara salah kaprah. Sementara agama adalah sumber moral, bagaimana kekuasaan itu harus dihampiri dan digunakan. Dalam bayang-bayang agama, setiap kekuasaan harus dipertanggungjawabkan. Ia  akan menjadi rute tercepat perubahan yang bertumpu pada keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan. Dimata agama kekuasaan  bermakna amanah. Titipan. Bukan tempat berburu hak-hak istimewa dalam memanjakan hasrat hedonis.   Disfungsi agama akan terjadi ketika ia berubah menjadi ideologi. Fungsinya bukan lagi sebagai rujukan moral, tetapi pusat legitimasi kekuasaan. Inilah yang dimaksud politisisasi a

*RESOLUSI JIHAD*_ *(sejarah yang di terlupakan atau SENGAJA di lupakan?)*

SEJENAK MENGENANG SEJARAH BANGSA  YANG HAMPIR KITA LUPAKAN. Indonesia merdeka tanggal 17 agustus 1945, namun belum genap 1 bulan usia kemerdekaan, Indonesia langsung mendapat ujian yg berat. Tentara sekutu yang membonceng tentara Belanda mendarat di jakarta dan kota-kota besar lainya di Indonesia. Bung Karno dan Bung Hatta berupaya melakukan upaya DIPLOMATIK untuk mendorong tentara sekutu bekerja profesional hanya mengurus tahanan saja dan tidak mengutak ngatik _Status kemerdekaan Indonesia,_ namun upaya itu tidak membuahkan hasil. Bung Karno galau saat itu, beliau menganalisa bila sampai terjadi peperangan secara Sistematis, Indonesia pasti tidak akan bisa mengalahkan tentara sekutu, karena persenjataan mereka jauh lebih lengkap dan keahlian militernya lebih memadai. Atas saran dari *Panglima Besar Jenderal SUDIRMAN,*  Bung Karno di minta untuk mengirim utusan Khusus kepada *Roisul akbar Nadhatul 'Ulama* (Ketua Umum NU) yaitu *Hadrotus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari*  di