membangun kekuatan Hukum melalui MA

Dalam beberapa pakar Hukum yang pernah saya kutip mayoritas mengatakan, pembangunan hukum mengandung dua arti.
Pertama, sebagai upaya untuk memperbarui hukum positif (modernisasi
hukum). Kedua, sebagai usaha untuk memfungsionalkan hukum yakni dengan
cara turut mengadakan perubahan sosial sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang sedang membangun. (Satjipto Rahardjo, Hukum dan
Perubahan Sosial, 1979). Jadi, pembangunan hukum tidak terbatas pada
kegiatan-kegiatan legislasi saja, melainkan pada upaya menjadikan
hukum alat rekayasa sosial (social engineering). Dengan kata lain kita
dapat simpulkan, "definisi" pembangunan hukum adalah "mewujudkan
fungsi dan peran hukum di tengah-tengah masyarakat". Untuk itu ada
tiga fungsi hukum: sebagai kontrol sosial, sebagai penyelesai sengketa
(dispute settlement), dan sebagai alat rekayasa sosial (social
engineering).

Tetapi yang kita saksikan dan alami akhir-akhir ini jauh berbeda dari
rumusan tersebut. Kontrol sosial adalah "proses yang dilakukan untuk
mempengaruhi agar orang-orang bertingkah laku sesuai dengan yang
diharapkan masyarakat". Karena itu hukum perlu "bening dan jernih" -
tidak terombang-ambing oleh berbagai kepentingan. Hukum harus
sedemikian "dingin"-nya sehingga ia kuat menghadapi berbagai bujukan
dan imbauan. Bila ada kasus rumit yang menyebabkan bertindihannya
berbagai kepentingan, bukan UU dan ketentuan-ketentuan itu yang dapat
dibengkok-bengkokkan, melainkan sebaliknya. Perkara itu yang harus
bisa "dimasukkan" ke dalam pasal-pasalnya sehingga dapat diputus.

Pada masyarakat modern, sengketa-sengketa lebih sering (lebih aman?)
diselesaikan lewat jalur hukum (pengadilan). Secara teori,
perkembangan sosial masyarakat (social development) merupakan salah
satu faktor yang ikut mempengaruhi kecenderungan masyarakat untuk
menyelesaikan konflik lewat pengadilan. Kepercayaan masyarakat kepada
pilihannya ini makin besar bila penyelesaian tersebut memenuhi rasa
keadilan masyarakat. Karena itu, keputusan pengadilan yang berkekuatan
hukum harus dipatuhi atau dieksekusi.

Kepastian hukum adalah unsur penting dalam upaya membangun kesadaran
hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Arti kepastian hukum
adalah hukum yang dijalankan sebagaimana mestinya dengan tegas,
konsekuen, dan tanpa pilih kasih. Kalau keadaan ini tercapai, berarti
orang dapat memastikan atau meramalkan bahwa setiap pelanggaran hukum
da-pat diganjar sesuai dengan ketentuan yang ada, dan orang yang
dirugikan - baik oleh pribadi, kelompok, atau negara - akan mendapat
ganti rugi. Dengan kata lain pengadilan beserta aparat hukum lainnya
harus benar-benar menerapkan hukum secara konsisten, tanpa pilih
kasih, serta sesuai dengan rasa adil masyarakat.

Rekayasa Perubahan Sosial

Hukum sebagai alat social engineering adalah ciri utama negara modern.
(Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective,
1975) Jeremy Bentham bahkan sudah mengajukan gagasan ini di tahun
1800-an, tetapi baru mendapat perhatian serius setelah Roscoe Pound
memperkenalkannya sebagai suatu perspektif khusus dalam disiplin
sosiologi hukum. Roscoe Pound minta agar para ahli lebih memusatkan
perhatian pada hukum dalam praktik (law in actions), dan jangan hanya
sebagai ketentuan-ketentuan yang ada dalam buku (law in books). Hal
itu bisa dilakukan tidak hanya melalui undang-undang, peraturan
pemerintah, keppres, dll tetapi juga melalui keputusan-keputusan
pengadilan. Misalnya keputusan MA.

Di Amerika, sering anggota kongres dan senat menghindari membuat
produk-produk legislasi untuk masalah-masalah yang kontroversial,
karena khawatir akan dampak politisnya. Mereka berharap, US Supreme
Court yang memutuskan. Perlu diketahui bahwa peran MA Amerika dalam
membentuk hukum jauh lebih besar dari peran MA Indonesia. Karena,
Amerika menganut common law, sedang Indonesia menganut sistem civil
law.

MA sebagai pembentuk salah satu sumber hukum formal - yakni
jurisprudensi - dapat berperan besar dalam pembangunan hukum di
Indonesia. Agar keputusan-keputusan MA sebagai jurisprudensi dapat
menjadi stimulator dan menyumbang bagi pembangunan dan perkembangan
hukum di Indonesia. Karena itu, keputusan-keputusan itu harus dapat
mewujudkan setidak-tidaknya satu dari tiga fungsi hukum yang disebut
di atas.


Itulah sebabnya mengapa kita masih perlu percaya, bahwa MA melalui
keputusan-keputusan hukumnya dapat bertindak benar dan pada tempatnya
dengan memberi sumbangan yang berharga bagi pengembangan hukum dan
perubahan sosial yang positif bagi bangsa yang tercinta ini. Namun Demikian  ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Pilar Pemberdayaan Masyarakat

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan menganggu keamanan, maka hanya ada satu kata LAWAN”

DAFTAR LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN LEMBAGA NON PROFIT