Cacat Bawaan Demokrasi "Politik Dinasti"

Membaca cerita pembagian kekuasaan di Klaten, terasa mengelikan. Hal itu tidak jauh dibandingkan dengan Dinasti Kediri. Dimana Sirkulasi kekuasaan hanya melingkar antara para bupati, suami, anak, mantu, adik, keponakan dll. Arisan kekuasaan yang dilegitimasi demokrasi. Buahnya korupsi.
Politik Dinasty  telah terlembaga tanpa kerisauan. Inilah cacat bawàan demokrasi. Demokrasi tidak punya sabuk pengaman untuk menyelamatkan tujuannya. Demokrasi tidak punya filter untuk memilah suara terbanyak adalah representasi kebaikan. One men one vote, justru bisa menjadi selaput yang menghalangi, terpilahnya pemimpin berbobot dengan pemimpin abal-abal.
Ketika rakyat masih lapar, suara uang adalah segalanya. Ketika rakyat belum melek politik, ketenaran adalah modal pengelabuan.  Ketika rakyat masih terlalu jujur menanggapi janji, maka pengelabuan politik akan terus terjadi. Ketika memori kolektif rakyat terlalu pendek untuk menghukum kejahatan politik, politik dinasti akan tetap subur makmur. Rakyat akan terus-menerus menjadi obyek rekayasa. Fitnah berhamburan untuk mengupayakan kemenangan. Itulah ironisnya, jika demokrasi tidak memiliki landasan kebudayaan yang mapan. Akal sehat tidak pernah bisa diaktifkan. Demokrasi prosedural terus dilanggengkan oleh keculasan moral, pengelabuan ketenaran.  Demokrasi deliberatif hanyalah angan-angan. Semuanya dibekukan oleh para pemburu kekuasaan yang urat nadi moralnya telah putus. Apa saja dijual-belikan untuk meraih kekuasaan termasuk: agama
Jangankan kekuasaan atau harta yang diminta, DOSAnya diminta aja gak bakal diberikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Pilar Pemberdayaan Masyarakat

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan menganggu keamanan, maka hanya ada satu kata LAWAN”

DAFTAR LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN LEMBAGA NON PROFIT