RINTIHAN ANAK KELUD


RINTIHAN ANAK KELUD


Bencana erupsi Gunung Kelud yang terletak di Kabupaten Kediri, Propinsi Jawa Timur telah berlangsung sekitar 2 (bulan) bulan dan menimbulkan imbas langsung kepada daerah sekeliling termasuk Kabupaten Blitar dan Malang.
Akibat erupsi Gunung Kelud tersebut telah menambah beban bagi masyarakat Kabupaten Kediri, mulai dari banyaknya penduduk yang harus mengungsi (sesuai catatan ada sekitar 66.139 jiwa pengungsi), hingga banyaknya rumah penduduk yang rusak. Menurut data yang berhasil dihimpun terdapat ada  3.200 rumah rusak berat, serta lebih dari 2.100 rumah rusak ringan. Disamping itu erupsi Kelud juga telah mengakibatkan rusaknya lahan dan tanaman pertanian, permukiman, dan beresiko buruk pada tingkat kesehatan, dan rentan bagi psiko sosial pengungsi, terutama anak-anak dan perempuan sebagai kelompok rentan (vulnerable group). Belum lagi sarana prasarana pendidikan yang rusak akibat erupsi Gunung Kelud yang sampai saat ini belum tertangani 100%. Ditambah lagi persoalan air bersih sampai saat ini masih terkatung katung untuk mendapatkan suplai air dari wilayah lain.
Paska erupsi Gunung Kelud semestinya masih banyak hal yang harus ditangani. Misalnya terhadap kelompok rentan anak dan perempuan, semestinya dilakukan penanganan  secara khusus, dan perlindungan anak menjadi pertimbangan utama demi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child). Kelambatan dalam upaya penanganan pertama dan optimal terhadap korban bencana erupsi Gunung Kelud tersebut, dikuatirkan mengancam hak hidup, kelangsungan hidup, kesehatan dan terutama pada anak-anak.
Tentu telah menjadi pemahaman bersama, bahwa penanganan yang kurang optimal terhadap pengungsi dan korban bencana secara otomatis dan setiap saat dapat mengancam hak hidup dan hak kelangsungan hidup warga negara. Padahal hak hidup (right to life) tersebut merupakan hak utama (supreme right) yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk situasi darurat atau bencana.
Sementara itu, sebenarnya bencana erupsi Gunung Kelud itu sendiri saat ini juga belum berakhir.  Ancaman sewaktu-waktu terjadi luapan lahar dingin atau matrial Gunung Kelud yang terbawa oleh curah hujan yang tinggi di atas Gunung Kelud masih ditakutkan oleh banyak warga. Belum lagi masih banyak rumah masyarakat yang belum tertangani dengan baik, juga tempat ibadah serta tempat pendidikan.
Ironisnya, seperti kita ketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Kediri belum mempunyai Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Hal itu mencerminkan bahwa Pemda Kediri mengabaikan Peraturan / Perundang undangan yang ada. Pemerintah hanya mengandalkan sebuah Lembaga yang bernama SATLAK PB, yang saya nilai masih sangat jauh dari kata BAIK & BENAR dalam pelaksanaan penanggulangan bencana Gunung Kelud ini. Padahal Pemprov Jatim juga telah menggelontor Rp100 Miliar lebih untuk rekontruksi pasca bencana erupsi Gunung Kelud, belum lagi dana bantuan/donasi dari fihak lain yang nilainya mencapai 1 Milliar lebih masuk ke rekening Satlak PB.
Atas dasar itu, saya berharap Pemda Kediri maupun SATLAK PB menjalankan tugasnya secara optimal dan memberikan penanganan yang terbaik bagi warganya. Dana Bantuan dan Logistik untuk masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Kelud Bencana harus segera direalisasikan dan distribusikan kepada masyarakat terdampak. Jangan sampai penanganan bencana ini menjadi tersendat karena terkendala sekat-sekat yuridis formal yang mengabaikan keadilan atau setidaknya menunda keadilan yang tidak lain adalah pencideraan terhadap keadilan itu sendiri (delayed of justice is denied of justice).
Sesuai dengan amanat konstitusi, setiap warga negara berhak atas hidup, kelangsungan hidup, kesehatan, dan hak anak atas hidup, kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta perlindungan dari diskriminasi yang dijamin dalam Pasal 28 A, Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
Rakyat Kabupaten Kediri sebagai korban erupsi Gunung Kelud itu, sepatutnya  tidak boleh mengalami diskriminasi tindakan dan kebijakan dalam pemenuhan hak-hak konstitusionalnya. Bukan salah mereka menjadi warga Kabupaten Kediri, dan bukan pula salah mereka  tinggal, menetap dan menjalani hidup di kawasan Gunung Kelud. Bukan pula urusan mereka jika erupsi Gunung Kelud tidak merembet ke tiga atau empat kabupaten lain sekitarnya.
Oleh karena itu tidak adil jika Pemda Kediri maupun SATLAK PB mengabaikan mereka dari status Bencana Daerah maupun Bencana Nasional dengan alasan-alasan dan sekat-sekat yuridis formil yang kaku serta mengabaikan kepekaan sosial. Bukankah dalam keadaan darurat Pemerintah berwenang membuat kebijaksanaan (diskresi) untuk keadilan yang lebih subtantif ? Termasuk adanya berita bahwa Pemkab Kediri hendak menganggarkan Rp 50 milyar dari dana APBD untuk penanganan bencana erupsi Gunung Kelud.
Pertanyaan yang harus dijawab oleh Pemda Kediri dan Satlak PB  adalah kemana dan dipergunakan untuk apa saja dana-dana tersebut ??? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Pilar Pemberdayaan Masyarakat

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan menganggu keamanan, maka hanya ada satu kata LAWAN”

DAFTAR LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN LEMBAGA NON PROFIT