MENJAGA INTEGRITAS DAN NETRALITASNYA LEMBAGA PENYELENGGARA PILKADA KABUPATEN KEDIRI
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Kediri sudah memalui tahapan seleksi dan sudah dilantik oleh KPUD
Kab Kediri pada tanggal 10 Mei 2015. Dengan selesainya pelatikan PPK, maka tanggung jawab besar berada di pundak
mereka dengan menjaga integritas dan netralitas calon penyelenggara pada pilkada yang akan
diselenggarakan 9 Desember 2015.
Dalam pantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk
Rakyat (JPPR Kediri) pada hari pertama setelah pelantikan PPK Pilkada kabupaten Kediri, sudah menemukan beberapa persoalan ketika dalam
Rapat Pleno PPK tentang pemilihan Ketua, beredar isu adanya
intervensi dari camat. Intervensi itu dilakukan oleh camat dengan cara
ikut mengambil bagian dalam menentukan Ketua PPK. Hal ini dilakukan dengan
maksud agar penyelenggara di tingkat kecamatan (PPK) yang bisa diajak “kerjasama”. Tentunya
hal ini membuat resah di kalangan PPK, terlebih lagi dengan adanya intervensi
camat terhadap PPK sangat menganggu proses tahapan PPK berikutnya seperti
rekrutmen PPS.
Hal Ini menjadi perhatian khusus kami. JPPR sebagai lembaga pemantau independen tentu tidak ingin ada hal-hal yang bisa
mengganggu integritas penyelenggara karena “kerjasama”
atau intervesi dari pihak lain selain KPUD. Pada prinsipnya, penyelenggara adhoc
yang dibentuk harus memiliki integritas dan netral," kata Taufiq Dwi Kusuma, SH kepada Demonstran.
Kemudian KPUD dan PPK Pilkada Kabupaten Kediri
selain dipusingkan dengan intervensi camat juga di pusingkan pada tahapan
berikutunya yaitu rekrutmen PPS. Didalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2015,
disebutkan, syarat menjadi PPK, PPS dan KPPS tidak pernah menjabat dua kali
sebagai penyelenggara ditingkatan yang sama. Namun, tidak dijelaskan jika ada
mantan penyelenggara yang kemungkinan pindah wilayah. "Tidak ada
disebutkan mengenai pindah wilayah. Namun, sepanjang tidak diatur, bagi yang
sudah pernah menjadi PPK, PPS dan KPPS dimanapun, tetap tidak memenuhi syarat.
Kecuali, jika ada aturan lain yang menjelaskan," kata Taufiq.
Memang harus diakui bahwa ketentuan yang diatur dalam Peraturan
KPU (PKPU) Nomor 3 tentang syarat calon panitia ad hoc masih menimbulkan multi
tafsir baik di tengah masyarakat maupun bagi KPU kabupaten/kota yang melakukan
rekrutmen PPK/PPS dan KPPS yang akan bertugas di pilkada. Dalam ketentuan itu
disebutkan bahwa salah satu syarat untuk menjadi PPK/PPS dan KPPS adalah belum
pernah menjabat dua kali sebagai PPK/PPS dan KPPS. "Dan tidak ada
penjelasan pasal itu, makanya perlu penjelasan agar tidak muncul
multitafsir," ujar Taufiq.
Karena itu, JPPR Kediri mengingatkan KPU kabupaten dan PPK Pilkada Kabupaten Kediri untuk memastikan apakah seseorang masih memenuhi syarat untuk menjadi panitia adhoc dengan mengecek database mereka. "Selain periode jabatan, mereka juga harus mengecek catatan di pemilu sebelumnya. Kalau yang bermasalah integritasnya ya jangan dipakai," tandasnya.
Karena itu, JPPR Kediri mengingatkan KPU kabupaten dan PPK Pilkada Kabupaten Kediri untuk memastikan apakah seseorang masih memenuhi syarat untuk menjadi panitia adhoc dengan mengecek database mereka. "Selain periode jabatan, mereka juga harus mengecek catatan di pemilu sebelumnya. Kalau yang bermasalah integritasnya ya jangan dipakai," tandasnya.
Dan dalam pemantauan JPPR Kediri juga ada
indikasi “PEMELINTIRAN” dalam rekrutmen PPS sebagaimana yang diatur dalam Peraturan KPU
(PKPU) No.3 tahun 2015. Pasalnya, dalam PKPU itu pengangkatan PPS berdasarkan
usulan kepala desa (Kades), lurah atau sebutan lain. Selain itu, PPS tidak
diperbolehkan menjabat 2 kali. Pemelintiran
ini yang dimaksud adalah ada “skenario” menyiasati PKPU tersebut dengan cara
melukir posisi PPS menjadi sekretariat PPS dan sebaliknya, Ungkap Taufiq.
Pemelintiran atau siasat ini sudah disiapkan oleh beberapa Kepala Desa di
kabupaten Kediri dengan cara apabila Anggota PPS sudah menjabat 2 kali periode,
maka Anggota PPS tersebut sebagai anggota Sekretariat PPS dan sebaliknya Sekretariat
PPS dijadikan Anggota PPS. Padahal Sekretariat PPS mayoritas di isi oleh
perangkat desa, hal ini tentunya netralitas PPS patut dipertanyakan dan akan
terjadi terganggunya tahapan pilkada. Dalam analisa JPPR Kediri dalam Pilkada
Kabupaten Kediri sangat dimungkinkan adanya mobilisasi atau ketidaknetralan
penyelenggara Pilkada di tingkat PPS jika di isi oleh aparat desa, mengingat
dalam Pilkada ini Petahana masih menjalonkan lagi sebagai Bupati untuk periode
ke 2 (dua). Analisa kedua adalah terganggunya tahapan pilkada karena PPS di isi
oleh perangkat desa yang tentunya tidak focus terhadapa penyelenggaraan pilkada
dikarenakan double job, Jelas Taufiq. Oleh sebab itu JPPR mengingatkan kepada
seluruh seluruh aparat pemerintah terutama Kepala SKPD, Camat, Kepala Desa
untuk tidak intervensi terhadap penyelenggara
Pilkada dan tidak turut campur dalam proses pencoblosan pilkada. Kami hanya menghimbau kepada Pihak Kecamatan dan desa hanya memfasilitasi dan
mendukung kelancaran pelaksanaan Pilkada. Kemudian JPPR Kediri juga mengingatkan kepada lembaga penyelenggara
Pilkada Kabupaten Kediri mulai KPUD sampai dengan KPPS dan PANWASKAB sampai
dengan PL harus menjunjung integritas dan netralitasnya sebagai
lembaga penyelenggara Pilkada dan menolak serta melawan intervensi dari pihak
manapun. Pungkas Taufiq. (TDK)
Komentar
Posting Komentar