ANTARA MEMPERDAYAI DAN DIPERDAYAI


"PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI" 
Suatu kegiatan Seminar dan Lokakarya yang yang diselenggarakan oleh Kabupaten yang mendapatkan program PNPM Mandiri di Jawa Timur.
Tapi begitu saya mengamati dan memahami tema tersebut adalah kurang benar atau kurang cocok dalam tema maupun implentasai di lapangan.
Karena kalau kita mencermati bahwa masyarakat yang di tuntut untuk berperan dalam pencegahan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut adalah sangat keliru, hal itu di sebabkan yang memulai terjadinya tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotiesme itu adalah dari para pelaku program itu sendiri. Dan hal itu tercermin dalam pelaksanaan seminar & lokakarya itu di ikuti oleh pelaku program, jadi bukan masyarakat yang harus di tuntut untuk berperan aktif dalam pemberantasan korupsi, melainkan adalah pelaku program yang harus di tuntut untuk memperbaiki diri agar tidak melakukan tindakan sebagaiman tema tersebut diatas.

Jadi seharusnya tema tersebut menurut saya adalah "PERAN SERTA PELAKSANA PROGRAM PNPM DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI, KOLUSI & NEPOTISME"

mau ngak mau, di pungkiri atau tidak di pungkiri bahwa pelaksanaan program PNPM Mandiri banyak sekali penyelewengan diduga dilakukan oleh oknum-oknum pelaksana program PNPM itu sendiri, Mulai dari tingkat Provinsi sampai di tingkat Desa.
Kebiasaan yang selalu mengesampingkan dalam mengambil kebijakan adalah “Asal Bapak Senang” (ABS), yang dapat nama dalam keberhasilan tersebut adalah Pelaku di tingkat kecamatan, Kabupaten dan Propinsi, hal ini terbukti dengan penilaian yang dilakukan baru-baru ini, semua pelaku masyarakat yang terbaik mendapatkan reword. Aturan dan prosedur yang melindungi proses sering dianggap formalitas saja, dan kita telah kehilangan arah ketujuan terbesar dan terpenting dalam pengentasan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kalau mau di kritisi bersama sama agar program PNPM Mandiri ini lebih baik dan kembali kepada tujuan utama yaitu pemberdayaan masyarakat maka Manajemen dan pelaku program harus di upgrade.
Mungkin kita bisa melihat dan mengamati serta mengoreksi bersama selama 5 tahun terakhir dalam pelaksanaan program PNPM  Mandiri di Jawa Timur yaitu :
Ditingkat Provinsi :  
Banyak sekali dugaan bahwa perekrutan Fasilitator Kabubaten & Fasilitator Kecamatan dilakukan dengan skala prioritas "Kebutuhan" & " Kedekatan" (Tau sama tau asal mau).
Monitoring dan Evaluasi hanya dilakukan ketika akan ada kunjungan  dari lembaga donor.
Melakukkan training maupun meeting di tempat yang mewah.
Pembayaran Fasilitator Kecamatan sering terlambat

Ditingkat Kabupaten :
Banyak sekali tingkah laku Fasilitator Kabupaten yang menyalahi SOP/Kode Etik yang berlaku, suatu contoh jam kerja yang seharusnya Senin sampai Sabtu tapi pada kenyataannya pada hari Jumat sudah tidak ada di lokasi.
JobDes Faskab yang seharus melakukan kunjungan ke daerah kecamatan untuk memantau kegiatan dilapangan malah jarang sekali dilakukan (lebih banyak cangkruk di kantor faskab). dan untuk mengelabuhi hal tersebut tanda tangan SPPD di lakukan pada saat rakor bulanan dengan FasKec & PJoK (akal bulus tetap terendus).
Selain hal tersebut tindakan oknum FasKAb juga lebih memalukan lagi yaitu melakukan suatu hubungan "terselubung"  dengan pelaku program dengan dalih apabila ada laporan keuangan/program yang bermasalah tidak di publikasikan, atau apabila terjadi masalah atau gejolak di lapangan tidak di proses secara program (asal sama sama tau & sama sama mau.

Ditingkat Kecamatan
Tidak jauh beda dengan permasalahan di tingkat kabupaten, cuma hal yang membedakan adalah besar kecilnya kasus permasalahannya. tapi kita juga tidak bisa menutup mata akan terjadinya siasat menyiasati selama tidak diketahui dengan cara mark up anggaran, suatu contoh bagaimana agar salah satu desa mendapatkan bantuan program tanpa adanya swadaya, yaitu dengan cara RAB yang dari program dinaikkan sehingga swadaya masyarakat dapat di hindari/kecil.
Bahkan ada tarik ulur antar desa untuk dekat dengan pelaku program agar pelaku program dapat memprioritaskan lebih kepada desa dengan dalih untuk mendapatkan dana program, dengan cara memberi imbalan terhadap pelaku program.
Pelaksanaan SPP/UEP tidak tepat sasaran, karena pengajuan proposal secara fiktif dengan cara memanipulasi KTP. Hal itu disebabkan tim verifikasi atau pelaku di tingkat kecamatan tidak becus / tidak jeli dalam melaksanakan program
Hal itu di sebabkan Penempatan Fasilitator yang terlalu lama / tidak di roling sehingga factor kedekatan dengan masyarakat terpengaruhi dengan rasa seduluran yang mengakibatkan terhambatnya program dan tercapainya kesepakatan kesepakatan yang menyalahi aturan program. Selain hal itu karena dalam mekanisme dan perekrutan para konsultan di lakukan berdasarkan kebutuhan yang berlandaskan kolusi.

Dengan melihat kasus tersebut diatas merupakan sebagaian contoh kecil dugaan dugaan yang terjadi dalam pelaksanaan PNPM Mandiri di Jawa Timur yang menjadi pertanyaan adalah apakah selama ini sudah ada tindakan perbaikan ????? Jawabnya adalah (Mboten Wonten utawi dereng wonten).
Hmmmmm….. program yang seharusnya mempunyai tujuan yang sangat baik serta mulia untuk memperdayakan masyarakat justru terbalik menjadi program yang memperdayai masyarakat.

Mungkin saya bisa memberikan sedikit saran sebagai pemerhati dan pengamat Program PNPM Mandiri, namun saya juga menyadari bahwa apa yang menjadi tulisan atau saran saya ini banyak tidak sepenuhnya benar menurut orang lain. Tapi saya meyakini apa yang menjadi acuan tulisan ini benar.
Dalam ±15 Tahun Perjalanan PNPM Mandiri  harus ada sebuah renovasi dalam tubuh PNPM Mandiri, karena usia tersebut sudah memerlukan modifikasi, untuk itu saya hanya memberikan sentuhan sedikit dalam modifikasi perjalanan PNPM Mandiri kedepan adalah :
  1. Manajemen program harus dilakukan atau dilaksanakan oleh suatu lembaga Non Profit atau sebuah lembaga yang benar benar di akui dan di beri legitimasi pemerintah untuk menangani program pemberdayaan masyarakat. Jadi bukan bukan sebuah lembaga yang membidangi konsultan.
  2. Melakukan perekrutan fasilitator berdasarkan kwalitas dan kwantitas dalam bidang social/pemberdayaan.
  3. Monitoring pelaksana program dan pelakasana program dilakukan secara berkala dan menurut standart efektif program.

Rasanya dalam hal ini tidak begitu banyak alasan untuk tidak dapat membantu masyarakat, karena tidak ada alasan untuk menolak membantu masyarakat yang termarginalkan dan tidak ada alasan untuk berkata “memperdayai masyarakat”
Mudah-mudahan tulisan ini bisa membantu menjadi alat Bantu untuk intropeksi diri agar menjadi senjata yang ampuh dalam meningkatkan kinerja demi masyarakat miskin di lapangan, amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Pilar Pemberdayaan Masyarakat

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan menganggu keamanan, maka hanya ada satu kata LAWAN”

DAFTAR LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN LEMBAGA NON PROFIT