Koin Prita vs Sumbangan Partai Demokrat

Isu tentang Ibu Prita kembali menghangat ketika muncul keputusan Pengadilan Tinggi Banten yang menjatuhkan keputusan denda 204 juta akibat email keluhan Prita pada pelayanan RS Omni International. Keputusan denda 204 juta ini direspon dengan cerdas oleh teman-teman blogger lewat gerakan pengumpulan koin keadilan.

Cerdas, karena koin melambangkan orang kecil, orang yang tak berdaya di hadapan sistem hukum nasional yang penuh dengan jebakan maupun mafia peradilan. Pengumpulan koin ini begitu menyentuh banyak lapisan masyarakat, dari kelas atas sampai bawah.

Kelas bawah yang selama ini banyak menderita karena ketidakadilan hukum (digusur, dikejar-kejar Satpol PP, dll), menemukan saluran protesnya lewat pengumpulan koin – uang receh yang sering mereka pegang sehari-hari. Maka tak heran bila kemudian ada pemulung, pedagang kecil , ibu-ibu di kampung yang turut serta mengumpulkan koin untuk Prita. Ada sebagian dari nafkahnya (koin, uang receh) , yang mereka sisihkan untuk perjuangan keadilan yang dialami Prita.

Kelas atas pun tersentuh dengan gerakan ini. Koin mungkin tidak ada artinya bagi mereka yang berpunya ini. Bahkan mungkin sudah lama sekali mereka ini tidak pernah memegang koin, cukup gesek kartu kredit. Tetapi apa yang dialami Prita Mulyasari, adalah hal yang begitu dekat dengan kelas atas ini. Mereka inilah para konsumen yang tidak berdaya di hadapan institusi bisnis semacam RS Omni International, pengembang PT Duta Pertiwi (kasus Kho Seng Seng), pengelola apartemen ITC Roxy Mas (kasus Aguswandi). Peristiwa-peristiwa di atas sangat bisa menimpa mereka yang kelas atas ini juga.

Koin Keadilan, adalah gerakan sosial rakyat dari segala lapisan, yang sama sebangun dengan gerakan sosial (meminjam istilah Presiden SBY) yang berdemonstrasi di 9 Desember ini. Hanya bedanya, bila Gerakan Indonesia Bersih (GIB) adalah gerakan rakyat yang sudah jengah dengan berbagai macam korupsi uang Negara, maka Koin Keadilan adalah sikap rakyat yang tak berdaya bila berhadapan dengan institusi bisnis.

Bila dalam demonstrasi 9 Desember, banyak pihak berpesan agar hati-hati dengan provokator. Maka gerakan Koin Keadilan ini agaknya sudah ditumpangi pembonceng yang lain. Hari ini (9/12) Partai Demokrat , menyumbang 100 juta rupiah kepada Prita Mulyasari, untuk membayar dendanya. Memang sebelumnya, ketika keputusan Pengadilan Tinggi Banten keluar, spontan mantan Menteri dari Golkar, Fahmi Idris mengemukakan komitmennya untuk membantu dana , separuh dari denda tersebut (berarti sekitar 102 juta rupiah). Lalu sekarang tiba-tiba Partai Demokrat menyumbang 100 juta rupiah untuk Prita? Ada apa ini?

Poin dari gerakan Koin Keadilan adalah bentuk protes rakyat terhadap apa yang dialami Prita. Ada ketidakadilan hukum dalam soal kebebasan bersuara/berpendapat, ada hak-hak warga yang dipangkas oleh hukum, atas nama pencemaran nama baik.

Uang yang terkumpul di Koin Keadilan , sampai hari Senin (7/12) baru 15 juta rupiah. Bandingkan dengan tiba-tiba saja Partai Demokrat menyumbang uang 100 juta rupiah. Bila tidak hati-hati, maka isu ketidakadilan yang dialami Prita, akan berbelok pada soal bagaimana membayar denda dari Pengadilan. Dengan uang sumbangan dari Fahmi Idris dan Partai Demokrat, Prita cukup menambahkan sekitar 2 juta lagi, maka denda itu akan terlunasi. Namun apa yang diperjuangkan gerakan Koin Keadilan akan mubazir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Pilar Pemberdayaan Masyarakat

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan menganggu keamanan, maka hanya ada satu kata LAWAN”

DAFTAR LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN LEMBAGA NON PROFIT